Powered By Blogger

Jumat, 27 Januari 2012

Pasca ambruknya jembatan gantung Meunasah Asan Krueng Kreh






Selasa, 24 Januari 2012

Ancaman Angin Puting Beliung Semakin Meningkat


Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) memperingatkan ancaman angin puting beliung yang aktivitasnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi 1.564 kejadian puting beliung. 

"Bencana puting beliung dari tahun ke tahun menunjukkan trend yang naik. Saat ini puting beliung sangat marak di Indonesia, " ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada detikcom, Jumat (6/1/2012).

Menurut Sutopo, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu dari 2002-2011 terjadi 1.564 kejadian puting beliung atau 14% dari total kejadian bencana di Indonesia.

"Antara tahun 2002-2011 terjadi kenaikan 28 kali lipat kejadian puting beliung," jelasnya.

Jika dihitung, pada 2002 kejadian hanya 14 kali dan pada tahun 2006 terjadi 84 kejadian. Tahun 2010 ada 402 kali kejadian dan yang terakhir pada tahun 2011 ada 285 kejadian. "Dengan korban meninggal 21 orang, mengungsi 9.081 orang, 13.684 rumah rusak," papar Sutopo.

Sutopo menjelaskan, puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 60-90 kilometer per jam yang berlangsung selama 5-30 menit. Angin puting beliung terjadi akibat adanya perbedaan tekanan sangat besar dalam area skala sangat lokal yang terjadi di bawah atau di sekitar awan Cumulonimbus (CB).

"Proses terjadinya puting beliung sangat terkait erat dengan fase tumbuh awan CB. Saat ini puting beliung sangat marak di Indonesia," imbuhnya.

Sejak siang sampai sore, kawasan Jakarta rata diguyur hujan deras disertai angin kencang. Akibatnya pohon-pohon bertumbangan bahkan menimpa kendaraan hingga atap halte busway.

Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Catharina Soeryowati, hujan yang terjadi hari ini memang disertai angin puting beliung.

"Hujan tadi itu diiringi oleh angin puting beliung yang sangat kuat tekanannya," kata Catharina saat dihubungi wartawan, Kamis (5/1) sore.

Senin, 23 Januari 2012

RESCUE TENDER


Rescue Tender adalah salah satu  kendaraan utama yang dituntut bereaksi cepat untuk melakukan operasi pertolongan kecelakaan penerbangan. Tugas Rescue Tender adalah pemadaman awal dan membuat rescue path atau jalan pertolongan bagi tim rescue untuk dapat memasuki pesawat dan menolong penumpang secepat mungkin. Rescue Tender adalah mobilyang pertama x meluncur menuju ke lokasi crash area setelah comando car karena memilkik top speed yang lebih dibandingkan dengan Foam Tender sehingga pergerakannya lebih cepat menuju lokasi dan langsung membuat rescue path dan setelah itu akan menyusul Foam Tender dibelakang untuk proses pemadaman total. Rescue Tender membawa bahan pemadam jenis dry Chemical powder yang sifat pemadamannya adalah sementara dan tidak mematikan api secara total karena tujuan utama Rescue tender adalah membuat Rescue Path untuk memudahkan Tim Rescue melakukan pertolongan

TUGAS-TUGAS H2S RESCUE TEAM

H2S RESCUE TEAM TERDIRI DARI :
1. Rescue I : H2S ENGINEER
pada saat terjadi paparan gas H2S, Rescue I akan
memastikan semua personal yang berkepentingan sudah
menggunakan SCBA dan air line system dengan benar dan
yang tidak berkepentingan sudah berada di SBA, jika
ditemukan korban akibat paparan gas H2S atau
kecelakaan, segera menghubungi Rescue II untuk
melakukan pertolongan bersama Rescue III dan IV.
2. Rescue II : RIG SAFETY OFFICER
pada saat terjadi paparan gas H2S, turut membantu
melakukan pencarian dan pertolongan korban berdasarkan
informasi dari jumlah personal di SBA atau dari informasi
Rescue I. Bekerja sama dengan Rescue I, III dan IV untuk
membawa korban ke SBA untuk diberikan pertolongan
berikutnya.
3. Rescue III & IV : CREW RIG YANG SUDAH DITUNJUK.
berdasarkan nama-nama H2S Rescue Team yang sudah
tersusun, pada saat terjadi paparan gas H2S, segera
menuju ke SBA dan 2 orang diantaranya sudah siap
menggunakan SCBA Rescue Unit ( kondisi masker belum
dipakai ) untuk sewaktu-waktu dibutuhkan melakukan
pertolongan kepada korban atas informasi Rig Safety
Officer dengan membawa stretcher ( tandu ).
Personal selain H2S Rescue Team yang berperan membantu proses evakuasi
adalah :
1. Security : Melakukan absensi atau penghitungan personal di SBA,
apabila terdapat kekurangan personal segera
menginformasikan kepada Rig Safety Officer.
2. Rig Doctor : Bersiap di SBA dengan peralatan pertolongan pertama
pada kecelakaan dan resuscitator, siap melakukan
tindakan medik kepada korban setelah korban sampai di
SBA.

Minggu, 22 Januari 2012

Peralatan yang digunakan Vertical Rescue

A. Peralatan
Tujuan
Setelah mempelajari hal ini, peserta diharapkan akan mampu :
1. Mengetahui semua jenis peralatan vertical rescue.
2. Mengetahui fungsi peralatan vertical recue.
3. Menggunakan peralatan vertical rescue.
4. Mendemontrasikan mengamankan diri di lingkungan vertical.

Jenis peralatan Evakuasi / vertical rescue.
1. Harness
Harness berfungsi sebagai dudukan/tambatan tubuh, atau alat yang digunakan sebagai pendukung keselamatan saat bekerja/beraktifitas di ketinggian. Untuk itu harness yang digunakan harus memenuhi persyaratan :
a. Nyaman saat digunakan sehingga rescuer dapat bekerja dengan leluasa.
b. Dilengkapi dengan tempat menambat/atau pengaman utama tubuh..
c. Disisi sabuk pinggang dilengkapi loop untuk tempat cantolan peralatan.
d. Mampu menahan hentakan, minimal 16 KN.

Type
Secara umum harness dibedakan berdasarkan bentuknya.
a. Sit harness.
• Free style, sit harness yang besar kecilnya dapat di atur sesuai dengan tubuh penggunannya.
• Fixe style, sit harness yang besarnya sudah ditentukan dari pabrikan, sesuai dengan ukuran masingg-masing (XS,S,M,XL).
b. Full body harness.
Fullbody harness berfungsi sama seperti harness, akan tetapi berbeda dalam ukuran dan bentuk, fullbody harness digunakan pada seluruh tubuh dan memiliki tempat untuk pengaman/tambatan yang terletak di dada dan ada juga fullbody yang memiliki tempat pengaman/tambatan yang terletak di punggung. Fullbody harness biasa digunakan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan di medan-medan sulit/ketinggian, akan tetapi dapat juga digunakan untuk high angle rescue technique, baik digunakan oleh rescuer maupun oleh koban.

c. Chest harness (Harness Dada).
Chest harness berfungsi sebagai pengaman dada, biasanya chest harness digunakan pada ascending mechanical system sebagai penghubung croll (chest ascender). Akan tetapi skarang dipasaran banyak beredar chest harness fabrikasi yang dapat digunakan sesuai kebutuhan. Selain itu chest harness dapat dibuat dengan menggunakan modifikasi webbing dan dihubungkan dengan simpul pita.
Selain harness yang dibuat fabrikasi, di kenal juga improvisasi harness yang terbuat dari webbing, berikut ini beberapa cara yang sering digunakan untuk membuat improvisasi harness.

2. Carabiner
Carabiner / cincin kait adalah metal pengunci yang berfungsi sebagai penghubung antar peralatan. Bentuknya oval, delta, atau modified delta, mempunyai per pembuka yang terpasang pada bagian memanjang.
Spesifikasi :
a. Gates.
Gate/pintu digunakan untuk memasukkan tali atau sling, terbuat dari steel atau alloy, dilengkapi pembuka gate,screw/ pengunci, dan non screw.

b. Kekuatan.
Setiap fabrikasi carabiner mencantumkan nilai kekuatan, dan ditempatkan pada sisi memanjang dari carabiner. Kekuatan minimum carabiner 2000 Kg.
c. Perawatan.
Setiap peralatan yang terbuat dari steel dan alloy, perawatannya adalah tidak boleh menjatuhkannya atau memukulkan pada permukaan yang keras.
Yang direkomendasikan untuk vertical rescue adalah carabiner screw gate.

Carabiner screw gate.
Selama menggunakan dua carabiner dengan dibuat dengan posisi berlawanan adalah aman, ini dapat diganti dengan sebuah carabiner screw gate. Design khusus sangat bervariasi tergantung pembuatnya.
Safety dan pemakaian carabiner.
• Carabiner di design dengan pembebanan memanjang.
• Bagian terlemah dari carabiner adalah gate, kekuatan carabiner akan berkurang dan kemungkinan akan menyebabkan rusak/patahnya carabiner tersebut.
• Getaran dapat menyebabkan sleve pengunci dapat terbuka. Apapun type carabiner yang digunakan Rescuer, harus tetap dimonitor setiap saat.

3. Mallion rapide.
Mallions di sebut juga quiklinks atau screwlinks. Ukuran dan bentuk ada beberapa macam (oval,delta dan halfmoon), rate strange mencapai 6000 kg. Mallions diproduksi dari bahan steel dan alloy khusus, cocok untuk berbagai teknik. Delta mallion menguntungkan digunakan beban dari tiga arah, seperti sebagai gantungan tandu.

4. Descender
Descender adalah alat bantu yang digunakan untuk menuruni medan vertical dan tali sebagai jalur.
Jenis descender :
* Figure of eight
Bentuknya menyerupai angka 8, ukuran dan bentuknya bermacam-macam, rate strange 3000 kg.
Kelemahan alat saat digunakan, menggunakan alat ini menyebabkan puntiran pada tali, keausan akibat gesekan, tidak dilengkapai sistem penguncian, hanya direkomendasikan untuk bidang vertical kurang dari 50 m. Dapat digunakan untuk tali diameter 8 – 13 mm, akan tetapi untuk tali diameter 8 mm, direkomendasikan menggunakan teknik double rope.

* Grigri.
Grigri berfungsi sebagai alat belay dan descender. Dilengkapi dengan handle release untuk mengontrol kecepatan belaying maupun descending. Dilengkapi dengan handel agar pengguna dapat mengontrol kecepatan saat descending, dan mengunci automatis saat handel dilepaskan. Sebagai belay device grigri dapat dengan mudah digunakan, karena pengguna dapat dengan cepat merelease ataupun menarik apabila dibutuhkan. Selain itu alat ini dapat juga digunakan untuk ascending dengan tambahan kombinasi ascender. Dapat digunakan untuk tali diameter 10 – 11 mm.
Beberapa contoh penggunaan grigri

* Autostop
Autostop berfungsi sebagai desender dan ini didesign untuk pengereman automatis, system kerja pengereman automatis akan bekerja ketika handle kita lepaskan. Selain itu alat ini dapat juga digunakan sebagai alat belay (belay device) untuk menurunkan korban dari ketinggian, atau dapat juga kita gunakan untuk ascending dengan tambahan kombinasi ascender. Dapat digunakan untuk tali diameter 10 – 11 mm. Direkomendasikan untuk medan vertical sepanjang kurang dari 100 m.

* Simple.
Konstruksi alat ini kurang lebih sama dengan auto stop, akan tetapi tidak dilengkapai dengan system handle pengereman automatis, jadi kecepatan descending disesuaikan kecepatan release pengguna. Dapat digunakan untuk tali diameter 9 – 11 mm, dengan modifikasi penggunaan dapat digunakan untuk menuruni tali dalam kondisi terbebani (tegang). Direkomendasikan untuk medan vertical kurang dari 100 m.

5. Ascender.
Ascender adalah alat bantu yang digunakan untuk meniti medan vertical/kemiringan dan tali digunakan sebagai jalur.

Sistem kerja alat ini mencengkram pada tali saat terbebani, sehingga dapat menahan beban, dan bergerak saat didorong keatas tanpa terbebani. Kekuatannya terletak pada gerigi yang menahan cengkraman saat kontak dengan tali.
Jenis ascender :
a. Ascender handle.
Ascender jenis ini dilengkapi handle sebagai pegangan yang dilengkapi dengan plastik maupun karet agar pengguna merasa nyaman saat menggunakannya. Dengan modifikasi pulley, ascender jenis ini dapat digunakan untuk membuat hauling set saat menarik korban atau membuat tarikan 1 arah pada vertical rescue. Dapat digunakan untuk tali diameter 8 – 13 mm.

b. Ascender non handle.
Fungsi dan kegunaan sama dengan ascender with handle, akan tetapi ascender jenis ini tidak dilengkapi dengan handle sebagai pegangan, ascender jenis ini biasa digunakan sebagai chest ascender, rope grab, maupun self belay. Dapat digunakan untuk tali diameter 8 – 13 mm.

Perawatan :
- Jangan menjatuhkan, membenturkan ascender pada benda yang keras.
- Lakukan perawatan, cuci dengan air bersih, keringkan dan lumasi bagian-bagian yang terdapat pegas, bersihkan dari karat.
- Gunakan sesuai dengan kekuatan yang direkomendasikan dari pabrik.

6. Pulley.
Pulley biasa juga di sebut katrol. Alat ini di design untuk menggurangi friksi tali atau pengganti arah kerja tali.
Beberapa jenis pulley dibuat khusus untuk pekerjaan di bidang vertical/ketinggian dan memiliki fungsi antara lain :
• Dapat dilewati oleh tali yang memiliki sambungan simpul,
• Memiliki lubang/hole yang dapat ditempati oleh 2 atau lebih pengaman.
• Memiliki peralatan pendukung yang dapat membantu memudahkan pekerjaan (pulley+ascender).
Perlu diperhatikan bahwa pulley yang digunakan meyakinkan bahwa kondisinya baik dan tidak merusak tali.
Rate strength lebih dari 1500 kg.

7. Peralatan Tambahan
Peralatan tambahan merupakan peralatan yang digunakan untuk membantu/memudahkan kegiatan Rigging (Lintasan Untuk Vertical Rescue).
* Rigger Plate
Rigger plate berfungsi sebagai plat conector/penghubung dari anchor point ke lintasan, karena dalam beberapa kasus dibutuhkan beberapa lintasan dalam satu (1) anchor point fix.
Rigger plate terdiri dari sebuah plat yang memiliki beberapa lubang, yang dapat ditempati oleh lebih dari 2 pengaman.
Gambar Rigger Plate .
* Swivel
Swivel merupakan peralatan tambahan yang berfungsi unuk mencegah terjadinya puntiran pada tali.
8. Rope protector.
Kegunaannya memberi perlindungan pada tali dari gesekan benda tajam, seperti gesekan tali dengan sudut tebing, dinding,dll.
Beberapa jenis rope protector dibuat untuk penggunaan pada lingkungan/kondisi yang berbeda.
Jenis rope protector :
* Padding.
Terbuat dari bahan terpal, canvas, Matras, karet tebal yang tahan terhadap gesekan. Rope protector jenis inilah yang dapat di modifikasi dengan menggunakan Canvas Fire Hose .
* Edge Rollers.
Merupakan rope protector buatan fabrikasi yang telah didesign untuk mencegah terjadinya friksi antara tali dan sudut bidang, dinding, dll.

B. Keselamatan.
Keselamatan adalah segala tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari kejadian/kecelakaan yang fatal, hal ini adalah kebutuhan setiap orang/rescuer yang melakukan pekerjaan. Prioritas utama dalam pertolongan di medan vertical adalah rescuer, kemudian orang disekitar dan korban.


1) Langkah penolong untuk keselamatan.
* Selalu berlatih.
* Peralatan selalu terpelihara dan siap pakai.
* Berfikir logis terhadap tugas yang harus dilakukan.
* Selalu penuh perhatian dan konsentrasi.
* Kerjasama tim.
* Kejelasan tugas yang harus dikerjakan setiap personil.

Memonitor/mewaspadai.
* Memonitor untuk mengadakan pengecekan ke seluruh bagian, (seperti, system anchor, simpul-simpul, tali).
* Mewaspadai bagian sudut yang tajam.,peralatan yang belum terkunci.
* Mengatakan stop jika melihat hal – hal yang membahayakan .

Penunjukan safety officer / pengawas keselamatan.
§ Bertugas mengawasi semua aspek keselamatn sebelum, selama dan sesudah kegiatan.
§ Safety officer ditunjuk orang yang berpengalaman.

Pemilihan personil.
Pemilihan personil didasarkan pada :
§ Kemampuan.
§ Tangkas,tidak memiliki phobi (penyakit ketinggian)
§ Mampu menghargai peran masing – masing.

Peralatan perorangan.
Kebutuhan peralatan yang perlu dipertimbangkan sebagai kebutuhan keselamatan minimum untuk vertikal rescue.
1 Safety helmet.
2 Safety Glasses.
3 Gloves.
4 Sepatu.
5 Pakaian.
6 Harness.
7 Whitsel/pluit.
8 Rescue Rope.
9 Self rescue equipment ascending dan descending.
10 Kotak pertolongan pertama.

2) Kekuatan peralatan.
Nilai kekuatan atau memenuhi standar yang ditentukan, ini dapat§ dilihat pada alat itu sendiri atau pada petunjuk yang dikeluarkan pabrik.
§ Penggunaan beban keseluruhan harus dibawah nilai kekuatan peralatan yang digunakan.


Cheking personil. Setiap personil harus dilakukan pengecekan akhir§ oleh pengawas keselamatan (safety officer) segala sesuatu yang dibutuhkan selama operasi, personal gear maupun peralatan team.
§ Cheking system, pengecekan terhadap system anchor, tali, peralatan, termasuk belayer.

3) Prosedur keselamatan.
Setiap personil diijunkankan untuk bekerja setelah area dinyatakan clear dari bahaya :
§ Area aman.
§ Penggunaan Alat pelindung diri.
§ Penentuan pimpinan lapangan.
§ Pemasangan safety line.
§ Mencari dan menentukan anchor.
§ Membuat dan mengontrol simpul.
§ Memproteksi tali.
§ Menghindari pergesekan antar tali.
§ Menyimpan peralatan yang belum terpakai.
§ Tidak melempar peralatan.

4) Operasi malam hari.
Bila melakukan pertolongan pada malam hari, yang harus dipertimbangkan :
1 Menggunakan lampu helm pada masing-masing rescuer.
2 Menyiapkan lampu cadangan.
3 Memberi penerangan di area kerja.

Jumat, 20 Januari 2012

Peralatan BPBD dan SaR Acut Dipindah ke Ladeng





Selain itu, lanjut dia, pihaknya saat ini sedang memindahkan tangki air dan tempat tangki air tim SaR dari Kantor Bupati Aceh Utara, ke kantor BPBD di Landeng, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. “Kantor kita disana sudah bulan aktif pada bulan Juli lalu, sehingga semua peralatan harus kita bawa kesana,” imbuhnya. (arm)

Kamis, 19 Januari 2012

BENCANA DAN ILMU TITEN


AWAL tahun 2012 ini Indonesia memasuki fase teror bencana alam. Intensitas guyuran hujan telah mencapai masa-masa puncaknya. Satu hal yang perlu diwaspadai adalah ancaman banjir. Sepanjang tahun 2011 lalu, bencana alam berupa banjir dan tanah longsor menjadi panorama yang tidak bisa dielakkan. Memasuki tahun ini hal serupa juga terjadi. Musibah banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Beberapa pekan terakhir luapan Bengawan Solo telah ”menenggelamkan” Kota Solo. Tidak hanya itu, di Jawa Timur, akibat aliran anak sungai Bengawan Solo juga telah merendam Bojonegoro. 

Kejadian sama juga terjadi Jogjakarta, ditambah tanah longsor di Gunung Kidul dan Kulonprogo. Di Jawa Barat, melubernya air akibat hujan deras juga telah menghanyutkan perumahan penduduk. Begitu halnya ibu kota Jakarta, seolah tidak pernah absen pula dari kunjungan wabah banjir. Sekilas, beberapa kota-kota di atas, rata-rata adalah kota yang selalu menjadi langgganan banjir tiap tahunnya.
Genangan banjir yang belakangan ini ”menenggelamkan” beberapa bagian wilayah di Indonesia setidaknya menjadi contoh bagaimana respon pemerintah dan masyarakat setempat semestinya harus bersikap. Banjir dan tanah longsor, erat kaitannya dengan gerak alam. Alam sebagai bagian kehidupan makrokosmos memiliki rotasi atau siklusnya demi menjaga kestabilan bumi.
Orang Jawa menyadari betapa hidupnya sangat bergantung pada alam. Dalam kosmologi Jawa, alam terdiri atas alam empiris yang menjadi kediaman manusia dan alam di balik realitas empiris atau metaempiris. Alam empiris selalu berhubungan dengan alam metaempiris. Setiap peristiwa di dunia empiris dipengaruhi oleh alam metaempiris (Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, 2001). Dari situlah antara manusia dan alam memiliki sebuah relasi yang kasat mata.
Alam akan selalu menyiratkan sebuah tanda, dan isyarat (tanda) itulah secara cerdas harus mampu ditangkap oleh manusia. Sebagai contoh, ketika di langit awan mendung begitu pekat, itu pertanda akan turun hujan lebat. Kepekaan terhadap pertanda-pertanda inilah yang oleh masyarakat Jawa sekarang sudah mulai hilang. Insting dan nalar berinteraksi dengan alam kian memudar. Bahkan khazanah ilmu titen yang menjadi flatform masyarakat Jawa mengalami fosilisasi. Ini artinya, kekayaan pengetahuan dalam memahami alam, tak ubahnya sebagai dongeng adiluhung yang sebatas piwulang ansich, tanpa mampu mengimplementasikannya.
Padahal, falsafah bersahabat dan berinteraksi dengan alam sesungguhnya memiliki dampak positif yang luar biasa. Samin Surosentiko, pendiri komunitas wong sikep, memiliki falsafah hidup harmoni alam. sebuah relasi hubungan alam dengan manusia dengan jalan menjaga keseimbangan kehidupan di bumi. Samin Surosentiko mencetuskan falsafah tersebut tidak lepas dari interaksinya dengan alam, melalui konsep niteni (mengamati) yang bertahun-bertahun lamanya. Dalam masyarakat Jawa sendiri metodologi semacam ini telah menghasilkan banyak rumusan-rumusan besar seperti hitungan pasaran, weton, dan bahkan ilmu berbintangan.
Penemuan besar ini secara mengejutkan mampu menjawab tantangan zaman dan alam. Ironisnya, penemuan yang begitu empirik dan ilmiah ini sering disebut sebagai ramalan. Tak ayal, ilmu titen yang telah melahirkan rumus-rumus astronomi itu perlahan diabaikan. Para ilmuwan dalam negeri sendiri pun tidak mampu mendaur ulang penemuan leluhur itu menjadi hasil penemuan yang spektakuler. Sebaliknya, hasil kebudayaan yang begitu menakjubkan itu, justru dengan sengaja difosilisasikan. Istilah ”fosilisasi kebudayaan” ini sebenarnya pernah dipopulerkan oleh Arthur Asa Berger dalam menjelaskan sebuah produk kebudayaan yang sengaja ingin dilenyapkan (dihilangkan).
Terlepas dari hal itu, penemuan-penemuan besar yang dihasilkan dari ilmu titen sebenarnya telah mampu diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi di masyakat Jawa. Ilmu titen yang merupakan sebuah metode pengamatan secara detail yang digunakan orang Jawa dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan alam, lambat laun mengalami kemandegan pada proses pendaur ulangan oleh generasi selanjutnya. Selain itu, hadirnya berbagai produk-produk kebudayaan dari luar, telah menganaktirikan kebudayaannya sendiri.
Dalam filsafat barat, ilmu titen sama halnya dengan metode empiris. Secara metodologis, ilmu titen yang dimiliki dan dikuasai masyarakat Jawa dulu sangatlah ilmiah. Namun seiring ketidakmampuan generasi dalam merasionalkan ilmu yang berdasarkan pengataman berpuluh-puluh tahun itu, akhirnya dikait-kaitkan dengan ramalan, klenik, dan sejenisnya. Inilah yang dikatan oleh C. A. Van Peursen dalam bukunya Strategi Kebudayaan dengan istilah mitos. Bagi Peursen, mitos hadir dalam masyarakat lantaran ketidakmampuan akal manusia dalam merasionalkan sebuah realitas yang ada.
Naasnya, khazanah dan kearifan tentang interaksi dengan alam justru kini telah raib. Kebudayaan yang begitu brilian dihapuskan dan dianggap kuno, tidak masuk akal. Alhasil, ketika alam memberikan sebuah isyarat, manusia sekarang tidak mampu menangkapnya, sehingga bencana dan kerusakan seolah tidak bisa ditanggulangi. Persoalan banjir yang melanda Jakarta dan kota-kota lainnya, sebenarnya bukanlah masalah tata ruang kotanya, melainkan terletak pada kepedulian dan kedisiplinan masyarakatnya dalam menjaga stabilitas alam dan lingkungan yang begitu rendah. Namun, rupanya kita gagal mengoreksi pengetahuan mengenai air, alam, dan lingkungan dengan perilaku kita sendiri. Jangan-jangan dalam ranah ini yang diperlukan adalah ”melek” air (water literacy) yang lebih tinggi. (*)